Selasa, 09 Maret 2010

Penanganan Anak Autis

Penanganan Anak Autis

Posted on 27 Agustus 2009 by Yan Andrias

Autisme adalah gangguan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial sehingga mengakibatkan suatu kondisi atau gangguan yang terjadi pada perkembangan otak anak, yang umumnya memberikan pengaruh terhadap kemampuan anak dalam berkomunikasi, berimajinasi dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukan kepada ’seseorang yang hidup dalam dunianya sendiri.
Gejala-gejala autisme antara lain:
1. Sikap anak yang menghindari tatapan mata (eye contaact) secara langsung
2. Melakukan gerakan atau kegiatan yang sama secara berulang-ulang (repetitive), gerakan yang terlalu aktif atau sebaliknya terlalu lamban
3. Terkadang pertumbuhan fisik atau kemampuan bicara sangat terlambat
4. Sangat lamban dalam menguasai bahasa sehari-hari, hanya mengulang-ulang beberapa kata saja atau mengeluarkan suara tanpa arti
5. Hanya suka akan mainannya sendiri dan mainan itu saja yang dia mainkan
6. Serasa dia mempunyai dunianya sendiri, sehingga sulit untuk berinteraksi dengan orang lain
7. Suka bermain air dan memperhatikan benda yang berputar, seperti roda sepeda atau kipas angin
8. Kadang suka melompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab. Anak autis sangat sulit dibujuk, bahkan menolak untuk digendong dan dibujuk oleh siapapun
9. Sangat sensitive terhadap cahaya, suara maupun sentuhan
10. Mengalami kesulitan mengukur ketinggian dan kedalaman, sehingga mereka sering takut melangkah pada lantai yang berbeda tinggi.
Sampai saat ini, belum dapat dipastikan penyebab utama terjadinya gangguan autisme. Beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor genetik dapat menyebabkan terjadinya gangguan autisme. Ada juga yang mengatakan autisme dapat disebabkan karena vaksinasi. Sampai saat ini masih belum ada bukti mengenai kebenaran penyebab autisme tersebut. Hal ini menyebabkan sulitnya memastikan faktor resiko pada gangguan autisme. Terdapat beberapa keadaan yang membuat anak-anak beresiko besar menyandang autisme. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi. Dengan penyebabnya berupa faktor genetik, Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, Infeksi karena virus Vaksinasi, kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak), zat-zat beracun dari polusi dan kekurangan vitamin, mineral nutrisi tertentu, yang paling penting dipertimbangkan saat ini adalah bagaimana menentukan penanganan terbaik bagi anak dengan gangguan autisme. Akibat dari ganguan perkembangan otak yang tidak hanya mempengaruhi satu area saja, maka penanganannya pun dilakukan secara holistik, artinya tidak hanya bergantung dari satu metode saja. Penanganan yang dilakukan, biasanya meliputi area perilaku anak, motorik anak, komunikasi anak, serta intervensi dini untuk area kognitif anak. Setiap metode memiliki tujuan masing-masing dan tentunya metode yang dilkukan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Karena semakin banyaknya metode atau pendekatan yang muncul saat ini, maka merupakan tugas orang tua memilih metode terbaik.
Ada 2 hal yang dapat dipertimbangkan orang tua sebelum emnjalankan suatu metode/pendekatan untuk anak:
1. MENGENALI SERTA MENGEVALUASI METODE SENDIRI.
Saat ini banyak sekali pendekatan/metode yang dapat dipilih antara lain pendekatan menggunakan metode perilaku, obat-obatan, suplemen, diet, pendidikan atau bahkan pendekatan melalui pola makan. Namun alangkah baiknya sebelum memutuskan melakukan metode tersebut, orang tua terlebih dahulu mengevaluasi serta mencari tahu tentang metode tersebut dan apabila si anak telah diikutsertakan dalam metode tersebut orang tua memantau secara teratur kemajuan si anak, sehingga dapat dilihat pengaruh yang diberikan melalui metode tersebut. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Itu sebabnya diperlukan pengertian yang cukup mengenai setiap metode.
2. MENGIKUTI TERAPI TIDAK DENGAN TUJUAN “COBA-COBA”
Saat mengikuti suatu metode penanganan,alangkah baiknya diberikan waktu terlebih dahulu untuk melihat keefektifan hasil metode tersebut. Apabila saat dipantau dalam kurun waktu tertentu anak tidak menunjukkan kemajuan, maka harus dicari tahu penyebab ketidakmajuan (dapat disebabkan metode yang kurang pas dengan kebutuhan anak, tujuan penanganan tidak sesuai dengan kemampuan anak atau bahkan terdapat kesalahan yang dilakukan saat menjalankan metode tersebut). Salah satu metode yaitu intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi perilaku atau lebih dikenal sebagai metoda Applied Behavioral Analysis (ABA). Kelebihan metode ini dibanding metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas, dan keberhasilannya bisa dinilai secara obyektif. Penatalaksanaannya dilakukan 4 – 8 jam sehari. Anak dilatih melakukan berbagai macam keterampilan, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara, berbahasa, dll. Namun yang pertama-tama perlu diterapkan adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat mengubah perilaku seenaknya sendiri menjadi perilaku yang lazim dan diterima masyarakat. Biasanya setelah 1 – 2 tahun menjalani intervensi dini dengan baik, si anak siap untuk masuk ke kelompok kecil. Bahkan ada yang siap masuk kelompok bermain. Mereka yang belum siap masuk ke kelompok bermain, bisa diikutsertakan ke kelompok khusus. Di kelompok ini mereka mendapat kurikulum yang khusus dirancang secara individual. Di sini anak akan mendapatkan penanganan terpadu, yang melibatkan berbagai tenaga ahli, seperti psikiater, psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, dan ortopedagog. Permasalahan anak autis di sekolah umum yang menonjol antara lain kurangnya kemampuan berkonsentrasi, perilaku yang tidak patuh, serta kesulitan bersosialisasi. Sebab itu pada beberapa bulan pertama mereka masih memerlukan pendamping di kelas sampai mereka mampu menyesuaikan diri di kelas. Pendamping ini membantu guru mengendalikan perilaku si anak dan mengingatkan anak setiap kali perhatiannya beralih. Meski tingkat kecerdasan kurang, anak autis masih bisa masuk sekolah luar biasa (SLB-C). Kalau perilaku si anak tidak bisa diperbaiki (sangat semaunya sendiri, agresif, hiperaktif dan tidak bisa berkonsentrasi) maka ia akan sulit ditampung di sekolah umum karena akan mengganggu tata tertib kelas. Hal ini pun dapat diatasi dengan memberikan obat untuk menyeimbangkan neurotransmitter agar lebih responsif dan aware dengan dunia luar setelah itu anak dapat mengikuti proses belajar.
Akan lebih baik apabila si anak tidak mendapatkan metode yang berbeda-beda dalam waktu yang bersamaan (dengan area penanganan yang sama). Hal tersebut memiliki pengaruh positif maupun negatif dan kita juga tidak akan tahu metode mana yang memberikan kemajuan. Itu sebabnya diperlukan peran orang tua untuk menentukan metode penanganan yang terbaik. Namun perlu diingat, setiap anak berbeda-beda. Walaupun mereka didiagnosa dengan hasil yang sama, belum tentu kemampuan yang dimiliki akan sama pula. Itu sebabnya sangat diperlukan kerjasama antara orang tua dengan para profesional (dokter, terapis, guru) untuk berkonsultasi atau memberikan referensi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar