GANGGUAN BELAJAR
DEFINISI
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia h gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
PENYEBAB
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
GEJALA
Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.
Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.
DIAGNOSA
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.
Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
Gangguan Belajar
Pendahuluan
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita
dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya.
Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana
dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang
menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya
manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu
sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar).
Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di
dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan.
Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu
faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak
dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya,
seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya
dan sebagainya.
Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar
pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah.
Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat
mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya.
Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan Otak (1,2)
Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan
usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan
sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak
usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-
11 tahun.
Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri
(plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden
age/usia emas.
Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat,
sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan.
Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak
merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah
tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.
Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf
mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.
Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.
Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain.
Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen,
lithium.
Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui
plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin.
Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai
gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk.
Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat.
Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan,
panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali,
riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, defisit
intelektual.
Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi
Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:
- Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk, terjadi sebelum umur janin 24 hari)
http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42
- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).
Pada masa pascanatal:
· Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada
kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku.
· Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan
radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental
maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak
atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak,
gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah
sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stres
atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
· Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan
gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi
dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin
banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial,
perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.
· Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita
gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat
bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu
untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun
kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak,
ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.
· Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik
maupun mental.
Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya
a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,
yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna
ii) Perilaku adaptif terganggu
iii) Timbul sebelum usia 18 tahun
Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas
dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan
taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini,
cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau
bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup
hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain.
Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk
terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang
mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan
perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.
b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan
bagi anak rata-rata.
Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk
mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya.
Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi
buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini.
Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi
semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua
masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua
dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.
2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar
menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan
secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan
untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :
a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.
http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42
Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang
terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang
wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar,
ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa
diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan
dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan
belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap
belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan
mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang
diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi
pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.
3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.
Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak.
Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang
menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk
menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:
Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal
yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena
anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat
berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul
sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat
menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing
oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar.
Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.
4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.
Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia.
Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif.
Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya.
Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di
sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan
figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak
memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang
bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh
rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi
seperti guru.
Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan.
Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat
meningkatkan atau menghambat gairah belajar.
Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam
proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga
orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak
menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa
dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau
tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua.
Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk
anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang
intensif.
5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau
remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan
perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya
dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu
berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk
menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan
melakukan pendekatan individual.
6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.
Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat
meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh.
Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka
cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.
http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42
Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):
1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.
2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini
dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini
biasanya rn_emicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi
seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai
fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.
Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:
- Konsisten
- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik
- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang
hangat dan penuh cinta kasih.
7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5°6)
Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsif
yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia
tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh
kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat
diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari
oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu,
jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak
terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.
8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan
komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering
meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering
muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah.
Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang
lebih dominan.
Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.
9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat
kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak
dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus,
sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.
Pemeriksaan yang Diperlukan(2)
Sebagairnana sudah kita bicarakan di atas, semua permasalahan yang muncul dalam bentuk kesulitan belajar dan
dampaknya pada prestasi belajar anak, tidaklah berdiri sendiri melainkan hanya salah satu dari beberapa gejala suatu
sindroma sebenarnya latar belakang dari kesulitan tersebut.
Untuk itu diperlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut, meliputi:
. Pemeriksaan fisik/neurologis untuk memeriksa apakah ada kemungkinan kelainan organik yang mendasari kesulitan
belajar itu.
. Pemeriksaan psikiatris dan berbagai aspek psikososial lainnya untuk melihat adanya kemungkinan konflik kejiwaan,
persoalan-persoalan dalam hubungan keluarga dan hubungan dengan orang lain disekelilingnya, cara mendidik dsb.
yang berperan dalam kesulitan itu.
. Pemeriksaan psikometris untuk mengetahui taraf kecerdasan serta potensi yang dimiliki anak.
Hal itu diperlukan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan pengertian yang mendalam mengenai keadaan
anak tersebut, sehingga dapat direncanakan suatu penatalaksanaan yang komprehensif dan terpadu, baik untuk
anaknya sendiri maupun untuk keluarga.
DEFINISI GANGGUAN BELAJAR lLearning Disorders= LD (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders [DSMIVJ):
(2°4)
· Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau menulis di bawah
hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan inteligensinya.
· Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari.
Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus sekolah (1,5 X populasi umurn).
Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan adaptasi sosialnya. Orang dengan LD
mempunyai proses kognitif yg abnormal: kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.
http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42
Jenis jenis LD:
- Gangguan membaca (Disleksia)
- Gangguan matematik (Diskalkulia)
- Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
- Gangguan belajar lainnyaltidak spesifik
Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.
Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.
· 4% dari anak usia sekolah di AS
· anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan
Gangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)
Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak
Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
o linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),
o perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
o matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
o atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
o Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
o Anak perempuan > anak laki-laki
o Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
o Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak
Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam)
Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D
Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi
yang kronis
Bagaimana Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Terpadu Itu ? (2-3,4)
Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia mempunyai keterkaitan yang
erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan
pada anak merupakan suatu tanda adanya bentuk 'permasalahan' lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul
ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini
diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik),
tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi, fisioterapis, petugas sosial.
Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di bawah ini perlu
dipertimbangkan:
· Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada
o Stimulan: methylphenidate
o Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.
o Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine, Sertraline), RIMA (Moclobomide).
o Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.
· Psikoterapi : termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.
· Terapi lainnya : termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.
Kesimpulan
Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab maupun
penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak,
dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat
mengatasi permasalahan gangguan belajar ini secara komprehensif dan terpadu.
Daftar Pustaka
1. Gordon MF: Normal Child Development. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock BJ,
Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000
2. Kaplan HI, Sadock BJ: The Brain and Behavior. In Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
eight edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 1998
3. Sameroff AJ, Lewis M, Miller SM: Handbook of Developmental Psychopathology, second edition. Kluwer
http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42
Academic/Plenum Publishers, New York, 2000.
4. Spagna ME, Cantwell DP, Baker L: Learning Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh
edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.
5. McCracken JT: Attention-Deficit Disorders. In Comprehensive Texbaok of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock
BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.
6. Pliszka SR, Carlson CL, Swanson JM: ADHD with Comorbid Disorders, Clinical Assessment and Management. The
Guilford Press, New York, 1999.
7. Volkmar FR, Min A: Pervasive Developmental Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh
edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.
MENGENAL GANGGUAN BELAJAR DISKALKULIA & DISGRAFIA
Banyak orang tua langsung menduga anaknya bodoh atau malas ketika melihatnya mengalami kesulitan membaca, berhitung atau mengikuti pelajaran di sekolah. Padahal, bisa jadi si anak mengalami gangguan persarafan.
Beberapa nomor lalu telah dibahas gangguan belajar yang menyangkut kemampuan membaca atau disleksia. Disamping gangguan tersebut, sebetulnya kita perlu mengenal gangguan belajar lainnya yang menyangkut kemampuan berhitung (diskalkulia) dan menulis (disgrafia).
DISKALKULIA
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
CIRI-CIRI
Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
FAKTOR PENYEBAB
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
CARA PENANGGULANGAN
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah
atau urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
DISGRAFIA
Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.
CIRI-CIRI
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Marfuah Panji Astuti. Ilustrator: Pugoeh
Rabu, 31 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar