Rabu, 31 Maret 2010

GANGGUAN BELAJAR TERAPI SENSORI INTEGRASI

Banyak cerita melayang dalam diskusi, dimana si ibu menjelaskan anaknya mempunyai IQ tinggi tapi prestasinya tidak ada. Diperiksa psikolog dapat anjuran terapi. Terapinya dicari kemana-mana. Antara lain ada yang mendapat anjuran Terapi Sensori Integrasi & Okupasi. Hoe zo…. Tidak berprestasi kok terapinya Sensori Integrasi?



Kucari-cari mengapa ada gejala di lapangan di Indonesia ada anak tidak berprestasi kok diterapi Sensori Integrasi? Padahal ya diperiksa dulu dong mengapa si anak tidak berprestasi.

Hal itu merupakah Masalah Belajar (Learning Problem) yang dapat disebabkan karena dua hal:

1. Gangguan belajar (masalah belajar primer) biasa disebut Learning Disabilities. Penyebabnya neurologis (di otak) dan genetik. Yang terganggu adalah pusat pemrosesan informasi auditif dan visual. Sehingga si anak mengalami gangguan fonologis sebagai akibat gangguan persepsi auditif dan atau gangguan persepsi visual sebagai akibat gangguan persepsi visual. Bila gangguan persepsi visual diikuti dengan gangguan pandang ruang namanya menjadi gangguan persepsi visuo-spasial. Si anak mengalami gangguan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), berhitung (diskalkulia). Gangguan belajar ini hanya dikenakan pada anak berinteligensia normal – tinggi.
2. Kesulitan belajar (masalah belajar sekunder) biasa disebut Learning Difficulties. Penyebabnya bisa dibagi dua:

- lingkungan (metoda belajar tidak cocok, pengasuhan kurang baik, pengaruh budaya)

- dalam diri anak karena menyandang bermacam gangguan: IQ rendah, gangguan perkembangan, gangguan bicara, autisme, ADHD, gangguan jiwa, gangguan fisik, gangguan psikologis nonkognitif (takut berlebihan, emosi), motorik dll.

Nah kalau gangguannya yang ini, maka pendekatan mengatasinya adalah masalahnya

dulu. Masak langsung digebuki pakai Sensory Integration Therapy dan Okupasi.



Masalah belajar, seharusnya adalah area kelompok orthopedagog (ahli kependidikan berkekhususan) tetapi kok sekarang banyak betul berdiri klinik gangguan perkembangan dan gangguan belajar, yang menyajikan tawaran terapinya melulu cuma Sensori Integration Therapy dan Okupasi untuk segala macam gangguan termasuk masalah belajar.



Rupanya kini marak teori (yang konyol) bahwa learning process adalah processing information. Memang betul, bahwa learning disabilities adalah masalah gangguan pemrosesan informasi di otak, yang mana info yang masuk itu melalui mata dan telinga yang diteruskan oleh persyarafan ke otak, disanalah informasi itu akan diintegrasikan dan diproses. Tetapi learning process sendiri bulan cuma melulu pemrosesan informasi masih banyak hal-hal lain baik di dalam area kognitif maupun non kognitif yang berperanan. Jadi maraknya teori penggunaan teori sepotong lalu diaplikasikan secara over-overan bisa menyebabkan misleading masyarakat pengguna jasa (baca buku: Kleine Ontwikkelingpsychologie dari Rita Kohnstamm tahun 1994). Rita K menjelaskan sudah lebih dari 10 tahun yang lalu, tetapi gejala ini baru muncul di Indonesia tahun-tahun terakhir ini. Teori ini munculnya dari Amerika. Kalau menggoogle dengan kata kunci Sensory Integration Therapy Learning Disabilities banyak deh tuh website yang nongol menawarkan terapi ini. Bukan cuma buat learning disabilities, tapi buat segala macam, artinya terapi ini bisa dipakai buat diagnose ombyokan.



Terapi ini pada dasarnya adalah melakukan terapi gerak atau senso-motor (mottoric patterning) yang disebutnya sebagai terapi okupasi yang diharapkan dapat memperbaiki gangguan di otak tadi.

Untuk menjelaskan ini ada buku namanya Zijdeling (belahan otak/hemisphere) yang ditulis oleh DJ Bakker tahun 1985. DJ Bakker adalah seseorang yang mengajukan teori bahwa learning disabilities dibagi dua tipe, yaitu tipe perceptual (gangguan pemrosesan informasi melalui mata) dan tipe linguistic ( gangguan informasi melalui auditory). Lalu pada saat itu di tahun 60-70 an ada pendapat bahwa melalui motorik patterning struktur otak bisa diperbaiki. Dengan memperbaiki motorik dan sensorik, dengan begitu input yang masuk otak juga akan baik, pemrosesan juga akan baik. Pemrosesan baik ini disebabkan karena perbaikan melalui motoric patterning tadi (dasar inilah yang kemudian dipakai oleh Doman Delacato maupun Jean Ayers pencetus Sensory Integration therapy).

DJ Bakker seorang guru besar neuropsikologi Belanda beserta stafnya membuat eksperimen. Kalau seorang anak bergangguan belajar tipe L (yang dalam teori neurologi artinya ada gangguano tak sebelah kiri) maka tubuh bagian kanan digerak-gerakkan (mengikuti teori kontralateral belahan otak). Jika tipe P, maka yang digerak gerakkan badan sebelah kiri. Pada tahun-tahun itu orang sedang gandung melakukan keseimbangan otak (karena diketahui ternyata berbagai gangguan karena adanya gangguan pada sistem belahan otak).

DJ Bakker dkk sudah melatih banyak anak (seratusan) dengan kontrol grup. Anak itu tangan kiri atau kananya diikat sedang yg lain disuruh gerak-gerak. Sesudah diexperimen puluhan kali, jebul hasilnya gak ada. Lalu percobaan dia dilakukan dibanyak negara sebagai penelitian replikasi, hasilnya sama juga.

Artinya, struktur otak maupun kerja otak gak bisa dipengaruhi dari luar melalui upaya terapi gerak (mottoric patterning).

Lho kok di Indonesia dikerjakan? Ketinggalan info kali? Karena sekarang sudah banyak position papernya. Atau
Ciri-ciri Kesulitan Belajar



Gejala-gejalanya?

a. Gangguan Persepsi Visual

* Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
* Sering tertinggal huruf dalam menulis.
* Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
* Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
* Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
* Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).

b. Gangguan Persepsi Auditori

* Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
* Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
* Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.

c. Gangguan Belajar Bahasa

* Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
* Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.

d. Gangguan Perseptual - Motorik

* Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
* Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.

e. Hiperaktivitas

* Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
* Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
* Impulsif

f. Kacau (distractability)

* Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
* Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
* Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan (misalnya melamun atau mengkhayal saat belajar disekolah)


Tentu saja, tulisan ini belum menjawab tuntas
mengenai anak LD. Setiap anak LD adalah individu spesifik, tidak mudah untuk memahaminya. Namun, penerimaan dan keterbukaan dan lingkungan disekitarnya akan sangat membantu mereka untuk mengembangkan diri secara optimal. Sekolah dengan penanganan khusus adalah salah satu alternatif bagi mereka.
Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak PDF Print E-mail
Written by Helex Wirawan
Monday, 23 February 2009 04:01

Pendahuluan

Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar.

Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.

Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya ialah, mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua.

Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar.

Definisi Kesulitan Belajar


Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

Jenis Kesulitan Belajar


Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :


Dilihat dari jenis kesulitan belajar :
ada yang berat
ada yang sedang


Dilihat dari bidang studi yang dipelajari :
ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan
ada yang keseluruhan bidang studi.


Dilihat dari sifat kesulitannya :
ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
ada yang sifatnya hanya sementara


Dilihat dari segi factor penyebabnya :
ada yang Karena factor intelligensi, dan
ada yang karena factor bukan intelligensi

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Mengatasi Kesulitan Belajar


Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya.

Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :

Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan
Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
Mengabaikan tanda baca.

Kiat Mengatasi Problem Dysleksia


Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.

Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.

Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.


Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.


Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.


Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.


Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.


Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.


Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.


Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.


Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)


Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.

Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.

Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia


Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.

Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).

Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:

Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :

Melakukan tes secara lisan
Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.
Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)


Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan :

membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.


kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.


kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.


ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.


kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh.
Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.

Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.

Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia


Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

Penutup


Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.



Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Wood, Derek et al. Penerjemah Taniputra. 2005. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar (Terjemahan). Yogyakarta : Kata Hati.

Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta : Prestasi Putra.



Sumber : e-edukasi.net
GANGGUAN BELAJAR PADA BAYI PREMATUR
Posted on April 18, 2009 by childrenclinic

Hampir dari setengah bayi yang dilahirkan secara prematur akan menghadapi masalah seperti ketidakmampuan dan kesulitan belajar dikemudian hari. ‘The Epicure’ melakukan studi atas 1.200 bayi yang dilahirkan sebelum 26 pekan dari 38 pekan yang seharusnya dilalui oleh seorang ibu dalam masa kehamilan.Setelah setengah dari bayi prematur ini terancam terkena kesulitan belajar maka sepertinya diperkirakan memerlukan kacamata. Saat sang bayi prematur ini tumbuh dewasa, maka pada usia 6 tahun resiko ini akan mengalami kenaikan dua kali lipat.

Studi The Epicure didasari atas monitoring bayi yang dilahirkan di Inggris dan Irlandia pada tahun 1995 khususnya bayi yang dilahirkan sebelum kehamilan memasuki pekan ke-26. The Epicure menyatakan bahwa publikasi yang mereka berikan dengan tujuan agar para orangtua bisa mengerti masalah yang akan dihadapi oleh anak mereka yang dilahirkan secara prematur.
Untuk bayi laki-laki resiko terkena sejumlah masalah itu akan 2.4 kali lebih tinggi ketimbang bayi perempuan.

Namun tim periset tidak menjelaskan apa yang menjadi penyebab ketidakmampuan dari resiko yang diterima oleh sang bayi prematur itu. Pemimpin riset, Neil Marlow, profesor University of Nottingham berharap para dokter dan orangtua bisa bersiap saat terjadinya bayi prematur
GANGGUAN BELAJAR PADA BAYI PREMATUR
Posted on April 18, 2009 by childrenclinic

Hampir dari setengah bayi yang dilahirkan secara prematur akan menghadapi masalah seperti ketidakmampuan dan kesulitan belajar dikemudian hari. ‘The Epicure’ melakukan studi atas 1.200 bayi yang dilahirkan sebelum 26 pekan dari 38 pekan yang seharusnya dilalui oleh seorang ibu dalam masa kehamilan.Setelah setengah dari bayi prematur ini terancam terkena kesulitan belajar maka sepertinya diperkirakan memerlukan kacamata. Saat sang bayi prematur ini tumbuh dewasa, maka pada usia 6 tahun resiko ini akan mengalami kenaikan dua kali lipat.

Studi The Epicure didasari atas monitoring bayi yang dilahirkan di Inggris dan Irlandia pada tahun 1995 khususnya bayi yang dilahirkan sebelum kehamilan memasuki pekan ke-26. The Epicure menyatakan bahwa publikasi yang mereka berikan dengan tujuan agar para orangtua bisa mengerti masalah yang akan dihadapi oleh anak mereka yang dilahirkan secara prematur.
Untuk bayi laki-laki resiko terkena sejumlah masalah itu akan 2.4 kali lebih tinggi ketimbang bayi perempuan.

Namun tim periset tidak menjelaskan apa yang menjadi penyebab ketidakmampuan dari resiko yang diterima oleh sang bayi prematur itu. Pemimpin riset, Neil Marlow, profesor University of Nottingham berharap para dokter dan orangtua bisa bersiap saat terjadinya bayi prematur
Gangguan belajar “disleksia”

Disleksia

Disleksia adalah gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat. Mungkin, kalimat seperti, “Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampung halamannya” akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu ndi it Aah ke kaung halanya” atau “LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.

Wah, apa sebenarnya yang terjadi dalam cara kerja otak mereka? Apakah mereka bodoh? Ternyata, mereka bukan mengalami keterlambatan intelektual. Ilmuwan jenius Albert Einstein konon pernah mengalami hal ini, begitu pun aktor ganteng Tom Cruise! Gangguannya memang terjadi di otak ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga sulit dipahami. Anak dengan gangguan ini sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Anak dengan disleksia umumnya memulai masa sekolah dengan baik-baik saja. Masalah baru muncul ketika tugas membaca semakin banyak di tingkat kelas yang lebih tinggi. Umumnya guru akan mengatakan anak-anak ini sebenarnya cerdas, tapi sulit sekali membaca.

Bila anak mengalami gangguan belajar semacam ini, segera periksakan ke psikolog atau psikiater, sehingga bisa ditentukan penanganannya. Terapis akan membantu anak membuat aktivitas membaca jadi lebih mudah. Anak akan diajari cara baru untuk mengingat bunyi huruf seperti ‘p’ dan ‘b’ yang hampir mirip bunyinya. Anak juga akan diajari merapatkan kedua bibir untuk menghasilkan bunyi tersebut. Cara-cara seperti ini akan membantu anak membaca lebih mudah.

Sekarang ini bahkan sudah ada program komputer yang membantu anak untuk belajar tentang bunyi suatu huruf. Sementara itu, di sekolah anak-anak ini boleh menggunakan alat perekam untuk merekam penjelasan guru daripada mencatat. Di rumah, anak-anak ini butuh waktu ekstra untuk mengerjakan PR dan butuh pendamping untuk membantu kesulitan yang mereka temui.
Anak Berbakat dengan Gangguan Belajar


SEBAGAI pembina diskusi kelompok elektronik Indonesia yang isinya orangtua anak berbakat dengan gangguan belajar (gifted with learning disabilities), saya sering merasa kesulitan mencari profesional yang bisa menjelaskan secara menyeluruh permasalahan yang dihadapi anak-anak ini. Penyebabnya, kedua kondisi, yaitu keberbakatan dan gangguan belajar, merupakan kondisi yang paradoks.
KEBERBAKATAN bukanlah penyimpangan, tetapi merupakan perkembangan intelektual, sedangkan gangguan belajar (specific learning disabilities) adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih area inteligensia. Gangguan belajar disebabkan adanya gangguan perkembangan yang mengakibatkan fungsi inteligensia terganggu. Keunikan, kelebihan, dan karakteristik anak semacam ini yang ternyata menyulitkan, berbagai gangguan perkembangan, serta kebutuhan khususnya dalam metode pendidikan, membutuhkan sejumlah besar keilmuan untuk menjelaskan.
Umumnya mereka terlambat bicara dan terjebak dalam diagnosis autisme, sekalipun memang mereka mempunyai gejala mirip autisme. Tidak jarang pula tertukar diagnosis mereka dengan autisme Asperger ataupun autis savant. Autis Asperger ada yang mempunyai IQ tinggi (tetapi tidak mengalami keterlambatan bicara), dan autis savant mempunyai talenta luar biasa (tetapi mengalami gangguan sangat luas dalam area inteligensia, seperti dalam film Rainman yang diperankan Dustin Hoffman).
Dalam uji psikologi, anak berbakat dengan gangguan belajar menunjukkan profil inteligensia tidak harmonis, hasil uji akan sangat tinggi dalam performa berupa kemampuan abstraksi dan logika analisis, tetapi tertinggal dalam kemampuan verbal. Kesulitan yang sering mengikuti hingga dewasa adalah gangguan pada memori jangka pendek yang mengatur kemampuan hafalan, terlihat dari nilai hasil uji digit span test yang rendah, 2-3 (normal, 2-9). Para ahli audiologi menyebutnya auditory processing disorder (APD). Artinya bukan telinganya yang terganggu, tetapi proses informasi di otak terganggu sehingga mereka sering tampak seperti anak tuli atau melongo jika diajak bicara dan tidak merespons jika dipanggil. Pada akhirnya berakibat mengalami ketertinggalan perkembangan bicara dan bahasa.
BERBAGAI gangguan perkembangan lain yang menyertai saat masih balita adalah ketidaksinkronan perkembangan. Motorik kasar berkembang hebat, tetapi motorik halus tertinggal. Kemampuan pencandraan visual berkembang hebat, tetapi mengalami gangguan dalam penerimaan informasi melalui telinga. Ia juga mengalami ketidakteraturan perkembangan sensoris, misalnya sensor raba sangat peka sehingga jijik dengan benda basah dan lembek, sering tidak merespons panggilan tetapi terlalu peka suara bising dan mudah terangsang pada suara.
Ia sangat berani, tetapi juga sangat penakut. Ia mempunyai periode berkonsentrasi intensif, namun juga kadang tampak bagai anak tidak bisa konsentrasi dan hiperaktif sehingga sering terjebak dalam diagnosis anak dengan gangguan konsentrasi atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Keberbakatan (giftedness) sesuai dengan definisi Renzulli, yaitu mempunyai kemampuan inteligensia berupa kemampuan logika analisis dan abstraksi tinggi, kreativitas tinggi, serta motivasi dan ketahanan kerja tinggi. Namun, banyak di antara mereka justru sulit berprestasi di sekolah. Hal ini karena ia visual learner, selalu berpikir secara analisis, perfeksionis, dan kadang diikuti rasa percaya diri yang kurang, dan takut gagal sebelum mengerjakan tugas yang sebenarnya bisa dia kerjakan.
Karena sering berada dalam diagnosis autisme atau DHD ditambah karakteristiknya yang khusus itu, mereka sering dianjurkan ke sekolah luar biasa (SLB) karena membawa skor IQ total rendah (akibat ketidakharmonisannya yang kemudian dirata-ratakan), atau dimasukkan ke kelas lambat yang sebenarnya justru keliru karena pada dasarnya mereka adalah pemikir yang sangat cepat.
Apabila ia bisa masuk ke sekolah dasar umum, ia segera dikeluarkan karena guru kewalahan, dianggap mengganggu jalannya pelajaran, dan pihak sekolah tidak mengerti materi serta metode apa yang dapat diberikan kepadanya.
Pada pelajaran matematika umumnya mereka mendapat angka baik, namun tidak demikian pada pelajaran menghafal yang memang lemah. Dengan demikian, pelajaran PKKn, agama, dan bahasa Indonesia mendapat angka jelek. Padahal nilai pelajaran ini sama sekali tidak boleh merah.
Mereka dianggap sangat emosional, keras kepala, dan sulit diatur. Apalagi diikuti dengan tulisan yang jelek karena memang motorik halusnya lemah, hukuman yang diberikan tidak hanya cukup hukuman fisik seperti disetrap di muka kelas, juga dikenai hukuman psikis, yaitu dimarahi dan akhirnya angkanya disunat.
Padahal, mereka adalah kelompok anak berisiko, dukungan pendidikan yang tidak menunjang hanya akan menyebabkan masalah lebih sulit, yaitu jatuhnya anak ke dalam kondisi frustrasi, depresi, hilang percaya diri, berkembangnya konsep diri negatif, timbul perilaku bermasalah, atau timbul keinginan bunuh diri.
KESULITAN orangtua menghadapi anaknya ini adalah kebingungan lengkap. Menghadapi pihak profesional, seperti dokter dan psikolog, hanya mendapatkan penjelasan sepotong, bahkan tidak ada kekompakan untuk mengatakan bagaimana keadaan anak ini. Ditambah pula kebingungan mencari sekolah yang mau menerima. Pihak sekolah pun mengalami kebingungan. Apalagi ilmu learning disabilities belum populer di kalangan guru. Begitu juga karakteristik psikis anak berbakat memang tidak dikenal, terlebih yang mempunyai keistimewaan ganda seperti ini, berbakat tetapi mengalami gangguan belajar.
Dengan begitu metode pengajaran yang beragam dalam kelas juga belum dikenal. Tidak ada informasi formal barang sedikit pun tentang anak seperti ini, baik dari lembaga pengajaran ilmiah maupun lembaga pemerintah. Ironisnya informasi yang didapat sangat simpang siur, melelahkan, membingungkan, tidak tahu siapa yang harus dipercaya.
Dari hasil penelitian para ahli di Belanda pada tahun 1980-an, anak berbakat yang tidak berprestasi adalah setengah dari populasi anak berbakat (2-4 persen dari anak- anak yang lahir). Ketidakmampuan mereka berprestasi disebabkan selain mereka tidak mendapat dukungan perkembangan, juga karena masalah ketidakharmonisan perkembangan.
Agar bisa ditangani dengan baik dan tidak tersasar ke berbagai diagnosis gangguan belaka, maka sejak dini mereka sudah dilacak melalui dokter tumbuh kembang, taman bermain, dan taman kanak- kanak. Sekolah taman kanak-kanak merupakan pusat tumbuh kembang anak yang ditangani oleh dokter sekolah, psikolog, ortopedagog, ahli gerak, ahli wicara, dan berbagai remedial teachers. Tidak terbimbingnya anak ini sejak dini menyebabkan ia hanya tampak bagai anak yang mengalami keterbelakangan mental.
Apa yang bisa diharapkan untuk mengatasi anak-anak berbakat Indonesia yang tak jelas rimbanya ini adalah kerja sama di antara para ahli (dokter, psikolog, dan pedagog) dalam membuat kesepakatan bagaimana melakukan deteksi dini, tata laksana penanganan, metode, serta materi yang cocok dalam pendidikan. Tidak kalah pentingnya adalah pendirian pusat informasi dan psycho educational assessment.
Julia Maria van Tiel Orangtua Anak Berbakat
http://www.kompas.com/index.htm
GANGGUAN BELAJAR
DEFINISI

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia h gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

PENYEBAB

Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

GEJALA

Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

DIAGNOSA

Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.

Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

PENGOBATAN

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

Gangguan Belajar

Pendahuluan

Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita

dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya.

Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana

dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang

menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya

manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu

sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar).

Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di

dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan.

Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu

faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak

dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya,

seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya

dan sebagainya.

Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar

pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah.

Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat

mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya.

Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.

Perkembangan Otak (1,2)

Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan

usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan

sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak

usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-

11 tahun.

Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri

(plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden

age/usia emas.

Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat,

sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan.

Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak

merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah

tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.

Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf

mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.

Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:

Pada masa prenatal:

Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.

Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain.

Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen,

lithium.

Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui

plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin.

Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai

gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk.

Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat.

Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan,

panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali,

riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, defisit

intelektual.

Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi

Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:

- Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk, terjadi sebelum umur janin 24 hari)

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)

- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).

Pada masa pascanatal:

· Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada

kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku.

· Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan

radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental

maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak

atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak,

gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah

sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stres

atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.

· Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan

gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi

dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin

banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial,

perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.

· Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita

gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat

bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu

untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun

kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak,

ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.

· Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik

maupun mental.

Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:

1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya

a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,

yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:

i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna

ii) Perilaku adaptif terganggu

iii) Timbul sebelum usia 18 tahun

Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas

dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan

taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini,

cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau

bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup

hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain.

Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk

terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang

mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan

perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.

b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan

bagi anak rata-rata.

Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk

mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya.

Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi

buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini.

Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi

semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua

masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua

dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.

2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar

menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan

secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan

untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :

a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.

b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang

terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang

wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar,

ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa

diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan

dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan

belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap

belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan

mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang

diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi

pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.

3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.

Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak.

Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :

a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang

menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.

b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk

menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:

Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal

yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena

anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat

berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul

sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat

menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing

oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar.

Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.

4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.

Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia.

Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif.

Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya.

Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di

sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan

figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak

memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang

bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh

rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi

seperti guru.

Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan.

Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat

meningkatkan atau menghambat gairah belajar.

Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam

proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga

orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak

menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa

dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau

tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua.

Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk

anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang

intensif.

5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau

remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan

perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya

dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu

berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk

menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan

melakukan pendekatan individual.

6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.

Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat

meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh.

Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka

cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):

1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.

2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini

dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.

3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini

biasanya rn_emicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.

4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi

seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.

Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai

fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.

Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:

- Konsisten

- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik

- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang

hangat dan penuh cinta kasih.

7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5°6)

Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsif

yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia

tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh

kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat

diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari

oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu,

jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak

terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.

8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan

komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering

meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering

muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah.

Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang

lebih dominan.

Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.

9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat

kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak

dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus,

sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.

Pemeriksaan yang Diperlukan(2)

Sebagairnana sudah kita bicarakan di atas, semua permasalahan yang muncul dalam bentuk kesulitan belajar dan

dampaknya pada prestasi belajar anak, tidaklah berdiri sendiri melainkan hanya salah satu dari beberapa gejala suatu

sindroma sebenarnya latar belakang dari kesulitan tersebut.

Untuk itu diperlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut, meliputi:

. Pemeriksaan fisik/neurologis untuk memeriksa apakah ada kemungkinan kelainan organik yang mendasari kesulitan

belajar itu.

. Pemeriksaan psikiatris dan berbagai aspek psikososial lainnya untuk melihat adanya kemungkinan konflik kejiwaan,

persoalan-persoalan dalam hubungan keluarga dan hubungan dengan orang lain disekelilingnya, cara mendidik dsb.

yang berperan dalam kesulitan itu.

. Pemeriksaan psikometris untuk mengetahui taraf kecerdasan serta potensi yang dimiliki anak.

Hal itu diperlukan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan pengertian yang mendalam mengenai keadaan

anak tersebut, sehingga dapat direncanakan suatu penatalaksanaan yang komprehensif dan terpadu, baik untuk

anaknya sendiri maupun untuk keluarga.

DEFINISI GANGGUAN BELAJAR lLearning Disorders= LD (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders [DSMIVJ):

(2°4)

· Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau menulis di bawah

hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan inteligensinya.

· Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari.

Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus sekolah (1,5 X populasi umurn).

Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan adaptasi sosialnya. Orang dengan LD

mempunyai proses kognitif yg abnormal: kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Jenis jenis LD:

- Gangguan membaca (Disleksia)

- Gangguan matematik (Diskalkulia)

- Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

- Gangguan belajar lainnyaltidak spesifik

Gangguan Membaca (Disleksia):

Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.

Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.

· 4% dari anak usia sekolah di AS

· anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan

Gangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)

Gangguan Matematik (diskalkulia)

Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak

Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :

o linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),

o perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)

o matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)

o atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)

o Prevalensi ± 5% anak usia sekolah

o Anak perempuan > anak laki-laki

o Biasanya disertai gangguan belajar yang lain

o Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)

Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak

Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam)

Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D

Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi

yang kronis

Bagaimana Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Terpadu Itu ? (2-3,4)

Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia mempunyai keterkaitan yang

erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan

pada anak merupakan suatu tanda adanya bentuk 'permasalahan' lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul

ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini

diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik),

tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi, fisioterapis, petugas sosial.

Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di bawah ini perlu

dipertimbangkan:

· Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada

o Stimulan: methylphenidate

o Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.

o Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine, Sertraline), RIMA (Moclobomide).

o Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.

· Psikoterapi : termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.

· Terapi lainnya : termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.

Kesimpulan

Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab maupun

penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak,

dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat

mengatasi permasalahan gangguan belajar ini secara komprehensif dan terpadu.

Daftar Pustaka

1. Gordon MF: Normal Child Development. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock BJ,

Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000

2. Kaplan HI, Sadock BJ: The Brain and Behavior. In Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,

eight edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 1998

3. Sameroff AJ, Lewis M, Miller SM: Handbook of Developmental Psychopathology, second edition. Kluwer

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Academic/Plenum Publishers, New York, 2000.

4. Spagna ME, Cantwell DP, Baker L: Learning Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh

edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

5. McCracken JT: Attention-Deficit Disorders. In Comprehensive Texbaok of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock

BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

6. Pliszka SR, Carlson CL, Swanson JM: ADHD with Comorbid Disorders, Clinical Assessment and Management. The

Guilford Press, New York, 1999.

7. Volkmar FR, Min A: Pervasive Developmental Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh

edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

MENGENAL GANGGUAN BELAJAR DISKALKULIA & DISGRAFIA

Banyak orang tua langsung menduga anaknya bodoh atau malas ketika melihatnya mengalami kesulitan membaca, berhitung atau mengikuti pelajaran di sekolah. Padahal, bisa jadi si anak mengalami gangguan persarafan.

Beberapa nomor lalu telah dibahas gangguan belajar yang menyangkut kemampuan membaca atau disleksia. Disamping gangguan tersebut, sebetulnya kita perlu mengenal gangguan belajar lainnya yang menyangkut kemampuan berhitung (diskalkulia) dan menulis (disgrafia).

DISKALKULIA

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

CIRI-CIRI

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.

2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.

3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.

4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.

6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.

7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.

8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.

FAKTOR PENYEBAB

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:

1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual

Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.

2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi

Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.

3. Fobia matematika

Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

CARA PENANGGULANGAN

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.

Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:

1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah

atau urutan dari proses keseluruhannya.

2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.

3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.

4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.

5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.

6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.

8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.

DISGRAFIA

Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.

Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

CIRI-CIRI

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:

1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.

6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.

7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

MEMBANTU ANAK DISGRAFIA

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak

Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak

Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis

Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

Marfuah Panji Astuti. Ilustrator: Pugoeh

Rabu, 10 Maret 2010

Leona Lewis-Run Lyric

Run..

I'll sing it one last time for you
Then we really have to go
You've been the only thing that's right
In all I've done

And I can barely look at you
But every single time I do
I know we'll make it anywhere
Away from here

Light up, light up
As if you have a choice
Even if you cannot hear my voice
I'll be right beside you dear

Louder louder
And we'll run for our lives
I can hardly speak I understand
Why you can't raise your voice to say

To think I might not see those eyes
Makes it so hard not to cry
And as we say our long goodbye
I nearly do

Light up, light up
As if you have a choice
Even if you cannot hear my voice
I'll be right beside you dear

Louder louder
And we'll run for our lives
I can hardly speak I understand
Why you can't raise your voice to say

Light up, light up
As if you have a choice
Even if you cannot hear my voice
I'll be right beside you dear

Louder louder
And we'll run for our lives
I can hardly speak I understand
Why you can't raise your voice to say

Selasa, 09 Maret 2010

Gangguan Anxietas Menyeluruh

Sekilas Tentang Gangguan Anxietas Menyeluruh
August 16, 2008 • Leave a Comment
GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH
GENERALIZED ANXIETY DISORDER ( GAD)
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affectife) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality testing Ability/ RTA) kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang .
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Mengganggu konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran mendenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala dan sebagainya.
Gangguan Kecemasan Menyeluruh telah digunakan dalam penyakit kejiwaan dan samara-samar digunakan untuk menggambarkan kegelisahan yang berlebihan yang dialami dalam jangka waktu yang panjang tanpa ditandai dengan ketakutan.
Individu yang menderita gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder {GAD}) memiliki ciri-ciri :
terus menerus merasa cemas sering kali tentang hal-hal kecil.
memiliki kekhawatiran kronis.
menghabiskan sangat banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal
dan menganggap kekhawatiran mereka sebagai sesuatu yang tidak dapat dikontrol (Ruscio,Borkovek, & Rucio 2001).
kesulitan berkonsentrasi
sangat mudah lelah
ketidaksabaran
mudah tersinggung dan ketegangan otot yang amat sangat.
Kekhawatiran yang paling sering dirasakan oleh para pasien GAD adalah kesehatan mereka
masalah sehari-hari,seperti terlambat menghadiri pertemuan atau terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan .
Diagnosa GAD tidak ditegakan jika kekhawatiran berkaitan dengan masalah-masalah yang dipicu oleh gangguan Aksis I lain, contohnya kekhawatiran terhadap kontaminasi yang dialami oleh penderita gannguan obsesif-komplusif. Kekhawatiran yang bersifat tidak dapat dikendalikan pada GAD dikonfirmasi oleh self-report dan data laboraturium ( Becker dkk, 1998:Craske dkk,1989).
Walaupun para pasien yang menderita gangguan anxietas menyeluruh umumnya tidak mengupayakan penanganan psikologis, prevalensi sepanjang hidup gangguan ini cukup tinggi,gangguan ini terjadi pada sekitar 5 persen dari populasi umum ( Wittchen 7 Hoyer,2001).
GAD umumnya mulai dialami pada pertengahan masa remaja, walaupun banyak orang yang menderita gannguan anxietas menyeluruh menuturkan bahwa mereka mengalami masalah tersebut sepanjang hidupnya (Barlow dkk,1986).
Berbagai peristiwa penuh stress dalam hidup tampaknya cukup berperan terhadap terjadinya gangguan ini (Blazer, Hughes, & George,1987).
Gangguan ini terjadi dua kali lebih banyak pada perempuan dibanding pada laki-laki,dan memiliki tingkat komorbiditas tinggi dengan gangguan anxietas lain dan dengan gangguan mood (Brown dkk,2001).
Sulit untuk berhasil menangani gangguan anxietas menyeluruh. Dalam suatu studi tindak lanjut selama lima tahun ,hanya 18 persen pasien yang tidak lagi mengalami simtom-simtom gangguan tersebut (Woodman dkk,1999) walaupun angka tersebut memiliki kemungkinan meningkat seiring dengan lebih banyak penggunaan terapi kognitif-behavioral yang dibahas di bawah ini oleh para ahli klinis.
Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap ( paling sedikit berlangsung serlama1 bulan ) dengan manifestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut ini :
1. Ketegangan motorik/alat gerak :
a. gemetar
b. tegang
c. nyeri otot
d. letih
e. tidak dapat santai
f. kelopak mata bergetar
g.kening mengkerut
h.muka tegang
i. gelisah
j. tidak dapat diam
k. mudah kaget
2. Hiperaktivitas saraf autonom (simpatis/parasimpatis);
a. berkeringat berlebihan
b. jantung berdebar-debar
c. rasa dingin
d. telapak tangan/kaki basah
e. mulut kering
f. pusing
g. kepala terasa ringan
h. kesemutan
i. rasa mual
j. rasa aliran panas atau dingain
k. sering buang air seni
l. diare
m. rasa tidak enak di ulu hati
n. kerongkongan tersumbat
o. muka merah atau pucat
p. denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat
3. Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang ( apprehensive expectation):
a. cemas, khawatir. Takut
b. berpikir berulang (rumination)
c. membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain
4. Kewaspadaan berlebihan:
a.Mengamati lingkungan secara berlebihansehingga mengakibatkan perhatian mudah
teralih
b. sukar konsentrasi
c. sukar tidur
d. merasa ngeri
e. mudah tersinggung
f. tidak sabar
Pandangan psikoanalisis.
sumber kecemasanmenyeluruh adalah konflik yang tidak disadari antara ego dan impuls-impluls id.
Impuls-impuls tersebut yang biasanya bersifat seksual atau agresif, berusaha untuk mengekspresikan diri,namun ego tidak membiarkannya karena tanpa disadari ia merasa takut terhadap hukuman yang akan diterima.
Dengan kata lain,tidak ada cara untuk menghindari kecemasan, jika seseorang meninggal id ia tidak lagi hidup. Orang yang menderita gangguan anxietas menyeluruh tidak mengembangkan tipe pertahanan tersebut sehingga selalu merasa cemas.
Pandangan Kognitif-Behavioral.
Pemikiran utama teori kognitif-behavoiral tentang GAD adalah gangguan tersebut disebabkan oleh proses-proses berpikir yang menyimpang .
Orang-orang yang menderita GAD sering kali salah mempersepsi kejadian-kejadian biasa,seperti menyebrang jalan,sebagai hal mengancam,dan kognisi mereka terfokus pada antisipasi sebagai bencana pada masa mendatang (Beck dkk,1987, Ingram & Kendall,1987;Kendall & Ingram 1989).
Terlebih lagi pasien GAD lebih terpicu untuk menginterprestasi stimuli yang tidak jelas sebagai sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai kejadian yang mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka (Butler & Mathews,1983).
Sensitifitas pasien GAD yang sangat tinggi terhadap stimuli yang mengancam juga muncul walaupun bila stimuli tersebut tidak dapat diterima secara sadar (Bradley dkk ,1995).
Borkovec dan para kolegannya (a.I.,Borkovec & Newman, 1998; Borkovec.Roemer & Kinyon ,1995). Simptom utama GAD yaitu kekhawatiran. Berdasarkan perspektif hukuman seseorang mungkin bertanya-tanya mengapa ada orang yang sering merasa khawatir karena kekhawatiran di anggap sebagai kondisi negative yang seharusnya tidak mendorong pengulangannya .
kekhawatiran sebenarnya merupakan penguatan negative;ia mengalihkan pasien dari berbagai emosi negative sehingga diperkuat oleh hasil yang positif bagi individu terkait.
Kunci untuk memahami posisi ini adalah menyadari bahwa kekhawatiran tidak menciptakan banyak ketegangan emosional.
Prespektif Biologis.
Beberapa studi mengindikasikan bahwa GAD dapat memiliki komponen genetic.
GAD sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan penderita gangguan ini dan terdapat kesesuaian yang lebih tinggi diantara kembar MZ dibamnding kembar DZ. Namun tingkat komponen genetic ini tampak rendah (Hettema.M. Neale, & Kendler,2000)
Model neurobiologist yang paling umum untuk gangguan anxietas menyeluruh dilandasi oleh pengetahuan mengenai kerja benzodiazepine, suatu kelompok obat-obatan yang sering kali efektif untuk menangani kecemasan. Para peneliti menemukan suatu reseptor dalam otak untuk benzoiazepane yang berhubungan dengan neurotransmitter penghambat yaitu asam gamma-aminobutyric (GABA).
Terapi Gangguan Anxietas menyeluruh
Seperti telah disebutkan, GAD sulit di tangani dengan berhasil. Terapi mencakup pendekatan psikoanalisis,behavioral,kognitif dan biologis.
Pendekatan Psikoanalisis.
Satu studi tanpa control menggunakan intervensi psikodinamika yang memfokuskan pada konflok interpersonal dalam kehidupan masa yang lalu dan masa kini pasien dan mendorong cara yang lebih adaptif untuk berhubungan dengan orang lain pada saat ini ,sama dengan para terapis kognitif behavioral mendorong menyelesaikan masalah sosial . Hasil-hasil intervensi ini cukup menggembirakan dan pantas untuk diteliti lebih dalam dengan kontrol eksperimental yang lebih baik, seperti kelompok control tanpa penanganan dan kelompok pembanding (Crist-Christoph dkk,1996)
Pendekatan Behavioral.
Jika terapis menganggap kecemasan sebagai serangkaian respon terhadap berbagai situasi yang dapat diidentifikasi, apa yang tampak sebagai kecemasan yang bebas mengalir dapat diformulasi ulang pada satu fobia atau lebih atau kecemasan berisyarat .
Desensitisasi sistematis menjadi kemungkinan terapi.
Training relaksasi intensif yaitu belajar untuk rileks ketika mulai merasa tegang seiring mereka menjalani hidup akan mencegah kecemasan berkembang tanpa kendali
Para pasien diajarkan untuk melemaskan ketegangan tingkat rendah. Merespons kecemasan yang baru muncul dengan rileksasi daripada dengan kepanikan
Pendekatan Kognitif.
Jika suatu perasaan tidak berdaya tampaknya mendasari kecemasan pervasif, terapis berorientasi kognitif akan membantu klien menguasai keterampilan apapun yang dapat menumbuhkan perasaan kompeten.
Keterampilan tersebut termasuk asertivitas, dapat diajarkan melalui instruksi verbal, m0deling,atau pembentukan operant dan sangat mungkin kombinasi secara hati-hati dari ketiganya ( Goldfried & Davison, 1994).
.Pendekatan Borkovec (a.I. Borkovec & Castello, 1993)mengombinasikan berbagai elemen Wolpe dan Beck, yaitu mendorong pemaparan bertingkat terhadap berbagai situasi yang menyebabkan kekhawatiran seiring pasien mencoba menerapkan keterampilan relaksasi dan analisis logis terhadap berbegai hal ( a.I. , sebagaian besar kemungkinan terjadi sesuatu yang benar-benar mengerikan?)
Secara kontras, Barlow dan rekan-rekannya lebih menyukai pemaparan dalam waktu lama dan berlebihan terhadap sumber masalah kecemasan berlebihan seseorang ( Brown, O’Leary & Borwn,2001).. Diasumsikan bahwa dua proses yang berlangsung dibawah ini mengurangi kekhawatiran pasien .
1. Karena pasien tetap berada dalan situasi yang menakutkan, kecemasan diyakini akan terhapus.
2. Dengan mempertimbangkan kemungkinan ketakutan terburuk yang dapat terbayangkan pasien mengubah reaksi kognitifnya terhadap keterlambatan pasangannya.
Dengan kata lain, pasien belajar untuk memikirkan berbagai sebab yang kurang menakutkan dari suatu kejadian tertentu. Strategi Barlow ini mengingatkan pada teknik melebih-lebihkan yang dikembangkan bertahun-tahun oleh Arnold Lazarus (1991).
Peranan Pekerja Sosial
Kontribusi Pekerja Sosial untuk meneliti dan praktek pada area kesehatan mental sangat dibutuhkan . Arus pendekatan untuk treatmen GAD adalah individualistik, menggunakan dasar terapi kognitif behavioral dan medis. Integrasi pengetahuan pekerja sosial tentang system keluarga, kelompok rentan dan intervensi lingkungan sangat mendukung.
Metode Asesmen
Interview Klinis Terstruktur
Beberapa klinik menggunakan secara penuh instrument asesmen yang ada khusus untuk penyakit kecemasan yaitu Interview Terstruktur yang disebut Anxiety Disorders Interview Schedule – IV ( ADIS IV ).
ADIS telah mengalami beberpa kali perubahan, dengan pertanyaan yang dibetulkan untuk menggambarkan criteria diagnosa untuk berbagai penyakit kegelisahan dalam DSM.
Dalam ADIS IV ada seksi yang terpisah yang membolehkan asesmen pada masalah-masalah yang menyertai seperti penyakit depresi utama, penyakit dysthimik, mania, hypochordisis, penyakit sulit tidur, campuran kecemasan dan depresi, penyalahgunaan alkohol, ketergantungan alkohol, penyalahgunaan zat. Memberikan komorbiditi yang tinggi antara GAD dan AXIS I yang lain yaitu perasaan dan dan penyakit kecemasan.
Kuesioner
Skala Hamilton Anxiety and Depression adalah sangat potensial digunakan sepreti Beck Anxiety Inventori. Tidak khusus untuk GAD tetapi sering digunakan dalam hasil studi dan beberapa ukuran yang umum pada kecemasan dan depresi. Salah satu yang speisifik untuk GAD adalah Penn State Woory Questionnaire ( PSWQ). PSWQ sangat sukses membedakan GAD dari penyakit kecemasan lainnya.
Self Monitoring
Self Monitoring adalah bermanfaat dan metode asesmen yang tepat untuk GAD, sebab tekniknya dapat menyediakan Tailor made Asesmen pada setiap wilayah yang dimiliki klien pada perhatian atau sangat sulit.
Self Monitoring adalah khas digunakan selama periode baseline dan pada keseluruhan periode treatmen.
Alat Ukur Kecemasan
Untuk mengetahui sejauhmana derajat kecemasan seseorang, dapat digunakan alat ukur yang disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety ( HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka ( score ) antara 0 – 4, yang artinya adalah :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
1 = gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4 = gejala berat sekali.
Masing-masing nilai angka dari ke 14 kelompok tersebut dijumlahkan dan dapat diketahui derajat kecemasan seseorang sebagai berikut :
Total Nilai : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali
HAL – HAL YANG DINILAI DALAM HRS-A sebagai berikut :
Gejala Kecemasan Nilai Angka ( Score )
01. Perasaan Cemas (ansietas) 0 1 2 3 4
 Cemas
 Firasat buruk
 Takut akan fikiran sendiri
 Mudah tersinggung
02. Ketegangan 0 1 2 3 4
 Merasa tegang
 Lesu
 Tidak bisa istirahat tenang
 Mudah terkejut
 Mudah menangis
 Gemetar
 Gelisah
03. Ketakutan 0 1 2 3 4
 Pada gelap
 Pada orang asing
 Ditinggal sendiri
 Pada binatang besar
 Pada keramaian lalulintas
 Pada kerumunan orang banyak
04. Gangguan tidur 0 1 2 3 4
 Sukar masuk tidur
 Terbangun malam hari
 Tidur tidak nyenyak
 Bangun dengan lesu
 Banyak mimpi-mimpi
 Mimpi buruk
 Mimpi menakutkan
05. Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4
 Sukar konsentrasi
 Daya ingat menurun
 Daya ingat buruk
06. Perasaan depresi (murung) 0 1 2 3 4
 Hilangnya minat
 Berkurangnya kesenangan pada hobi
 Sedih
 Bangun dini hari
 Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
07. Gejala somatic/fisik (otot) 0 1 2 3 4
 Sakit dan nyeri otot-otot
 Kaku
 Kedutan otot
 Gigi gemerutuk
 Suara tidak stabil
08. Gejala somatic/fisik (sensorik) 0 1 2 3 4
 Tinnitus (telinga berdenging)
 Penglihatan kabur
 Muka merah atau pucat
 Merasa lemas
 Perasaan ditusuk-tusuk
09. Gejala kardiovaskuler ( jantung dan 0 1 2 3 4
Pembuluh darah )
 Takikardia ( denyut jantung cepat)
 Berdebar-debar
 Nyeri di dada
 Denyut nadi mengeras
 Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan
 Detak jantung menghilang
( berhenti sekejap )
10. Gejala respiratori ( pernafasan) 0 1 2 3 4
 Rasa tertekan atau sempit di dada
 Rasa tercekik
 Sering menarik nafas
 Napas pendek/sesak
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan ) 0 1 2 3 4
 Sulit menelan
 Perut melilit
 Gangguan pencernaan
 Nyeri sebelum dan sesudah makan
 Perasaan terbakar diperut
 Rasa penuh atau kembung
 Mual
 Muntah
 Buang air besar lembek
 Sukar buang air besar (konstipasi)
 Kehilangan berat badan
12. Gejala urogenital ( perkemihan dan kelamin) 0 1 2 3 4
 Sering buang air kecil
 Tidak dapat menahan air seni
 Tidak datang bulan (tidak ada haid)
 Darah haid berlebihan
 Darah haid amat sedikit
 Masa hadi berkepanjangan
 Masa haid amat pendek
 Haid beberapa kali dalam sebulan
 Menjadi dingin (frigid)
 Ejakulasi dini
 Ereksi ilmiah
 Ereksi hilang
 Impotensi
13. Gejala autonom 0 1 2 3 4
 Mulut kering
 Muka merah
 Mudah berkeringat
 Kepala pusing
 Kepala terasa berat
 Kepala terasa sakit
 Bulu-bulu berdiri
14. Tingkah laku (sikap) pada wawancara 0 1 2 3 4
 Gelisah
 Tidak tenang
 Jari gemetar
 Kerut kening
 Muka tegang
 Otot tegang / mengeras
 Nafas pendek dan cepat
 Muka merah